Trader Kelas Berat
Meskipun termasuk dalam daftar orang terkaya sejagad versi majalah Forbes, tidak banyak khalayak investasi yang familier dengan sosok Joseph C. Lewis. Mengantongi total kekayaan lebih dari $4,8 miliar, ia adalah salah seorang trader Inggris tersukses sepanjang masa, namun juga paling low-profile dibandingkan miliarder di pasar finansial lainnya. Sikap Lewis yang anti-pemberitaan media sangat bertolak belakang dengan reputasi besarnya. Padahal bersama George Soros, ia pernah membuat Bank of England bangkrut dengan strategi jual pada mata uang Poundsterling. Sebuah momen yang selalu diingat sebagai ‘The Black Wednesday’.
Latar Belakang Pendidikan dan Karir
Terlahir di ibukota Inggris pada 5 Februari 1937, Joseph C. Lewis tidak memiliki kualifikasi akademis sebaik rekan-rekan se-angkatannya. Ia berhenti sekolah pada umur 15 tahun untuk membantu ayahnya menjalankan bisniscatering di area West End London sebelum mengambil alih bisnis keluarga tersebut dan sukses membentuk chain restaurant, yang membawahi restoran Beefeater dan Caledonian. Keputusan berani diambil Lewis pada tahun 1979, ketika ia menjual kerajaan restoran miliknya seharga $64 juta, dan menggunakan uang tersebut untuk trading di pasar foreign exchange (forex). Kemudian untuk menghindari beban pajak pertambahan modal yang tinggi, ia pindah dari Inggris ke Bahama dan memulai profesi baru sebagai trader spesialis valas.
Tidak banyak orang yang tahu tentang strategi trading penggemar olahraga golf ini. Namun dalam sebuah wawancara langka di tahun 1998 Joseph Lewis mengatakan kalau dirinya ingin menikmati kesuksesan tanpa sorotan awak media. “Menjadi headline di surat kabar bukanlah cara untuk menwujudkan keinginan itu,” kilahnya. Walaupun jauh dari pemberitaan, bukan berarti Lewis juga alergi terhadap informasi. Sebaliknya, setiap kamar rumah Lewis di Bahama dilengkapi dengan layar monitor yang menampilkan pergerakan harga mata uang dunia. Hal ini menunjukkan bahwa ia selalu ingin update dengan informasi tentang pasar mata uang. Serupa dengan George Soros, Lewis juga sangat memperhatikan aspek fundamental dasar forex, mulai dari dinamika ekonomi global hingga situasi politik internasional.
Rekam Jejak Profesional
Kejelian Joseph C. Lewis dalam mencerna informasi terbukti saat ia berhasil membaca tanda-tanda instabilitas politik di Meksiko pada akhir 1994. Ia sudah memperkirakan nilai tukar Peso akan turun menyusul aksi perlawanan kelompok Zapatista Army of National Liberation, yang momennya berbarengan dengan terbunuhnya calon presiden Luis Donaldo Cosolio. Dari sisi makroekonomi, defisit transaksi berjalan Meksiko waktu itu juga tergolong besar sehingga makin lengkaplah gejala krisisnya. Defisit transaksi berjalan sebagian besar dipengaruhi oleh arus modal masuk yang sifatnya spekulatif dalam jangka waktu pendek, dan bukan berupa investasi jangka panjang. Fakta inilah yang membuat pemegang obligasi berdenominasi Peso, atau biasa disebut dengan tesnobonos,menjual kepemilikan obligasinya sehingga cadangan devisa bank sentral langsung terkuras. Pemerintah Meksiko, yang menganut sistem moneter fixed rate, kemudian sengaja memangkas nilai tukar Peso. Namun bukannya memperbaiki keadaan, langkah itu justru menjatuhkan tingkat kepercayaan investor. Besarnya volume modal keluar dalam waktu singkat menyebabkan cadangan devisa Meksiko tergerus dan penurunan nilai tukar tidak terhindarkan lagi. Kurs Peso merosot lebih dari 50% sehingga Joseph Lewis sukses menangguk untung ratusan juta Dollar hanya dari pencairan posisi jualnya.
Walaupun mendapat perhatian besar dari pelaku pasar keuangan dunia, Joseph C. Lewis menyebut kalau keuntungannya dari depresiasi Peso adalah yang terbesar kedua setelah aksi jual Poundsterling pada tahun 1992. Namun begitu, pria yang juga menggemari barang-barang antik ini tidak pernah mau mengakui secara rinci berapa jumlah laba yang diperoleh dari aktivitas transaksi terbaiknya. Sejumlah pelaku pasar dan media sempat mengatakan kalau laba yang diperoleh Lewis dari konflik Meksiko sama besarnya dengan total keuntungan yang diraih Soros pada tahun 1992.
Sejak berita tentang ‘kemenangan’ Lewis diketahui publik, namanya semakin melegenda di kalangan tradersehingga ia dijuluki ‘sang petinju’. Julukan itu disematkan karena namanya mirip dengan jawara olahraga tinju asal Amerika Serikat, Joseph Louis. Keduanya memang merupakan profesional ‘kelas berat’ yang mahir di bidangnya masing-masing.
Joe Lewis mencatatkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia dengan kekayaan sebesar $4,8 milyar. Menurut Majalah Forbes, beliau merupakan orang terkaya no. 9 di Inggris. Joe Lewis menjadi salah satu orang yang sukses meraih kekayaan dari dunia trading.
Karakteristik Trading
Joseph Lewis termasuk tipe orang yang tidak memiliki rencana B. Ketika ia menyukai suatu gagasan, maka ia akan memberdayakan seluruh aset dan orang-orang di sekelilingnya untuk menjalankan idenya tersebut. Setelah itu, baru ia berpindah ke ide besar lainnya. Karakteristik inilah yang diperlihatkan Lewis saat menyuntik investasi tambahan di Bear Stearns. Meskipun pada waktu itu banyak orang meragukan keputusannya, ia tetap berpegang pada prinsip sendiri sehingga akhirnya harus rela menerima kerugian dalam jumlah besar. Gagal atau sukses, ia adalah orang yang percaya dengan intuisinya sendiri.
Sampai dengan sekarang, investor yang pada bulan Februari 2014 genap berusia 77 tahun ini masih aktif di duniacurrency trading. Ia juga menjadi investor utama Travistock Group, perusahaan manajemen investasi bentukannya, yang mengelola portofolio lebih dari 200 perusahaan di 15 negara. Filosofi investasi yang Lewis terapkan pada perusahaannya tersebut sangat sederhana. Travistock berbisnis dengan filosofi “mencari peluang nilai dengan bermodalkan fleksibilitas manajemen dan kemampuan strategis”. Filosofi itulah yang menjadi inspirasi bagi tradermuda lainnya yang masih hijau di pasar forex dunia.